Punya Istri Genderuwo
Alas Purwo
by: wiand'z laucher
Sebagai pegawai yang
bertugas di bidang kehutanan, Adi harus siap untuk ditugaskan di mana saja
serta berpindah-pindah tempat. Kali ia harus menerima ditempatkan di ujung
timur Pulau Jawa. Banyuwangi, kota yang sarat dengan nuansa mistik serta
terkenal dengan magic-nya, yakni santet. Ya, di kota inipun Adi juga harus
ditempatkan di Alas Purwo; sebuah kawasan hutan yang ada di Banyuwangi dan
berbatasan dengan Samudera Indonesia di pantai selatannya.
Alas Purwo yang
merupakan taman nasional terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan
Purwoharjo di sebelah selatan dan tenggara Banyuwangi. Arti kata Alas Purwo
atau Hutan Purwo diyakini memiliki arti hutan yang pertama atau hutan yang
dianggap tertua di Pulau Jawa. Hal ini ditandai dengan banyaknya situs-situs
yang dianggap keramat oleh masyarakat seperti Gua Padepokan ataupun Gua Istana.
Di Alas Purwo juga
masih banyak satwa langka seperti banteng, lutung, burung merak, ayam hutan,
rusa, macan tutul. Tak kalah menariknya Alas Purwo juga mempunyai banyak pantai
indah seperti Teluk Grajagan dan Plengkung yang mempunyai satwa langka dan
dilindungi seperti penyu lekang dan penyu belimbing.
Kini hampir setahun
Adi menempati posisi pekerjaannya yang baru. Berbagai pengalaman didapatnya di
Alas Purwo ini terlebih menyangkut hal-hal yang bersifat gaib. Namun selama
satu tahun bertugas di alas Puwo ini, ia merasa hutan dengan luas 43.420 hektar
ini belum dijelajahinya secara sempurna. Masih banyak tempat-tempat yang
tersembunyi dan tidak tersentuh tangan manusia karena kewingitannya dan juga
kebuasan alamnya.
Seperti pengalaman ia
harus mengantar serombongan pengunjung yang datang dari Surabaya. Rombongan
yang berjumlah lima orang menyatakan akan melakukan ritual di sebuah gua yang
ada di Alas Purwo. Keangkeran Alas Purwo ternyata juga merupakan daya tarik
bagi para pelaku spiritual untuk menjalankan lelaku di tempat tersebut. Karena
itu tidak aneh kalau sering ditemukan banyak orang yang melakukan semadi di
segenap pelosok Alas Purwo.
Pak Puguh yang
merupakan pimpinan rombongan menyatakan kalau kedatangan mereka ke Alas Purwo
untuk melakukan ruwatan atas Sigit. Adi lantas menatap ke arah pria paroh baya
yang bernama Sigit itu. Pria itu tampak duduk diam, pandangan matanya kosong
entah menerawang kemana. Ia juga tidak menggubris apa yang terjadi di
sekitarnya. Semula Adi mengira yang bersangkutan merupakan orang yang terganggu
ingatannya. Namun setelah mendengar cerita yang dituturkan oleh Aris, salah
seorang kerabat Sigit yang ikut mengantarkan, Adi tercekat.
Sepuluh tahun yang
lalu Sigit datang ke Alas Purwo untuk menjalankan ritual setelah perusahaan
tempatnya bekerja gulung tikar, ia juga harus mengalami PHK dari perusahaannya
tersebut. Karena merasa putus asa juga merasa malu kepada anggota keluarga yang
lain Sigit memutuskan untuk pergi ke Alas Purwo dan menjalankan ritual di
tempat tersebut.
Salah satu tempat
yang digunakan oleh Sigit untuk menjalankan ritual adalah gua istana. Di tempat
tersebut ia bersemadi dan hidup sebagai pertapa hampir satu tahun. Sampai akhirnya
ia menyelesaikan tapanya dan pulang kembali ke Surabaya. Setelah itu Sigit
berdagang pakaian anak-anak. Walaupun berjualan di emperan toko, jualannya
tersebut laris manis dan selalu dipenuhi oleh para pembeli.
Namun anehnya,
anggota keluarga Sigit kerap menemui Sigit tertawa dan berbicara sendiri jika
tengah berada dalam kamarnya. Anggota keluarganya juga sering mendengar suara
perempuan tertawa. Anggota keluarga yang lain semula mengira Sigit sedang
berduaan bersama seorang gadis atau wanita. Namun dugaan ini tak terbukti
karena mereka tidak pernah melihat ada gadis dalam kamar Sigit.
Kejadian ini bahkan
berlangsung bertahun-tahun. Tiap kali ditanya, yang bersangkutan hanya
teresnyum kecil seakan penuh arti. Jadinya keluarga Sigit bertanya-
tanya. Namun karena
tidak dianggap mengganggu anggota keluarga Sigit yang lain, maka tingkah
lakunya dibiarkan saja. Terlebih Sigit sendiri dengan usahanya yang lumayan
tersebut kerap membantu kesulitan ekonomi yang dialami oleh keluarganya
tersebut.
Namun akhir-akhir ini
yang terjadi adalah tingkah laku Sigit yang semakin aneh. Hampir tiap malam
mereka mendengar suara pertengkaran di dalam kamar Sigit. Juga suara barang
yang dibanting karena pertengkaran yang ramai. Mendengar suara-suara ribut
tersebut, saudara Sigit segera memasuki kamar. Namun lagi-lagi mereka tidak
menemukan siapa-siapa di dalam kamar tersebut kecuali Sigit. Hanya saja kondisi
Sigit, tampak pucat dan panik. Ia juga berkali-kali berteriak untuk jangan
ditinggalkan.
“Siapa yang
meninggalkan kamu, Git?” tanya Aris waktu melihat kondisi adiknya tersebut.
Sigit tidak menjawab,
hanya kembali berteriak, “Rad, jangan tinggalkan aku…! Jangan Rad!”
Mendengar perkataan
Sigit itu, Aris kembali bertanya “Siapa Rad itu, Git?”
Sigit yang semula tak
acuh dengan apa yang terjadi menoleh sekilas ke arah kakaknya sambil menjawab,
“Radni, istriku…!”
“Radni? Radni siapa,
Git?” tanya Aris yang semakin merasa heran dengan ucapan Sigit.
Ia kemudian duduk
disebelah Sigit berusaha menenangkan adiknya tersebut. Sementara matanya
memberi isyarat anggota keluarga yang lain untuk tidak masuk ke dalam kamar
dulu dan membiarkan mereka berduaan.
Setelah tinggal
mereka berdua di dalam kamar, Aris mencoba mencari tahu apa yang dialami
adiknya. “Aku merasa bingung, Radni itu siapa? Kenapa kamu tidak pernah
menceritakan padaku?”
Sigit menoleh ke arah
Aris dan menjawab, “Radni itu istriku. Kami berkenalan di Alas Purwo”
“Alas Purwo
Banyuwangi?” Aris meyakinkan pendengarannya.
“Betul, Mas.
Bertahun-tahun yang lalu aku kenal dengan Radni. Ia tinggal di sebuah
perkampungan yang ada di Alas Purwo. Karena orang tuanya tidak merestui
hubungan kami, makanya ia kawin lari dan hidup sebagai istriku. Ia yang selama
ini membantuku berjualan di pasar,” cerita Sigit.
“Kalau dia memang
istrimu, kenapa kamu tidak pernah mengenalkan sama kami? Kami juga tidak pernah
melihatnya?” Kening Aris berkerut merasa heran dengan ucapan saudaranya
tersebut.
“Radni itu takut
ketahuan keluarganya dan dipaksa pulang. Makanya aku tidak mau mengenalkan pada
kalian,” jawab Sigit lagi.
Aris merasa pusing
dengan jawaban-jawaban aneh dari Sigit itu. Dia lalu meninggalkan Sigit dan
memutuskan untuk berunding dengan anggota keluarga yang lain. Namun semenjak
kejadian itu tingkah laku Sigit semakin aneh dan menjadi-jadi. Kini ia bahkan
mirip orang gila karena tingkah lakunya tersebut. Sampai akhirnya diputuskan
untuk memanggil Pak Puguh, seorang tua yang dikenal mampu menyembuhkan orang
yang kesurupan.
Dari hasil pengamatan
Pak Puguh ternyata memang benar Sigit selama ini menjalani hubungan dengan
makhluk halus dari golongan genderuwo. Genderuwo perempuan itu juga jatuh cinta
kepada Sigit dan mengikuti kemanapun ia pergi. Namun hal ini tak disadari oleh
Sigit.
Bagi Sigit, Radni
adalah gadis desa dari sebuah desa di pinggir Alas Purwo yang kawin lari dengan
Sigit karena hubungan mereka tidak disetujui oleh orang tua Radni. Kini rupanya
Radni berniat pulang ke Alas Purwo namun Sigit tak bersedia dan akhirnya yang
terjadi seperti ini.
Mendengar penuturan
tentang Sigit tersebut, Adi tidak merasa heran kalau hal itu terjadi pada
Sigit. Baginya Alas Purwo menyimpan seribu kegaiban dan seribu keanehan yang
tidak akan pernah habis untuk ditelaah. Kini rombongan itu dengan membawa Sigit
bergerak menuju ke Gua Istana yang ada di Alas Purwo.
Sesampai di sana Pak
Puguh dengan salah seorang muridnya memandikan Sigit dengan air kembang yang
telah disiapkan.
Sigit yang seolah tak
mengerti dengan apa yang terjadi tidak menggubris apa yang dilakukan oleh
orang-orang padanya. Sementara Adi sendiri turut membantu ritual yang dilakukan
oleh Pak Puguh.
Setelah sekian lama
bersemadi tampak Pak Puguh membuka matanya. Ia memandang Aris serta kerabat
Sigit. “Rupanya sulit untuk melepaskan Sigit dari ikatan cintanya dengan
Radni,” tuturnya.
“Sebetulnya apa yang
terjadi, Pak Puguh?” tanya Aris dengan berdebar-debar melihat hasil semadi Pak
Puguh.
“Bagi orang awam,
Alas Purwo ini cuma merupakan hutan yang lebat dan penuh dengan binatang buas.
Namun tidak dalam pandangan batin, Alas Purwo merupakan keraton makhluk halus
yang bermacam-macam. Berjenis-jenis makhluk halus menghuni tempat ini. Ada
kuntialanak, banaspati, jin, ilu-ilu bahkan genderuwo. Bukankah demikian Mas
Adi?” toleh Pak Puguh pada Adi.
“Benar apa yang
dikatakan oleh Pak Puguh. Saya selaku penjaga hutan disini sering menjumpai
keanehan yang tak masuk akal. Makanya tak jarang orang bilang kalau Alas Purwo
ini gudang makhluk halus,” jawab Adi membenarkan ucapan Pak Puguh.
Pak Puguh lalu
meneruskan ceritanya. Menurut dia, karena putus- asanya waktu bersemadi dulu,
secara tak sadar Sigit telah masuk ke dalam alam makhluk halus. Di sanalah ia
berkenalan dengan Radni. Genderuwo perempuan ini rupanya juga mempunyai perasaan
yang sama dengan Sigit. Namun karena Sigit tidak mau tinggal di alam Radni,
akhirnya mereka kembali ke kota asal Sigit. Dan Radni tetap mendampingi Sigit.
Dan yang tak tetap disadari Sigit, Radni adalah seorang genderuwo. Sampai
akhirnya setelah bertahun-tahun Radni merasa tidak betah dan ingin kembali ke
alamnya sendiri. Dan hal ini rupanya tidak bisa diterima oleh Sigit.
“Lalu seterusnya
bagaimana Pak Puguh?” tanya Aris.
Pak Puguh tersenyum.
“Hal ini saya kembalikan lagi pada sanak keluarga Sigit.”
“Maksud Pak Puguh?”
Aris merasa bingung.
“Cinta Sigit sudah
terlanjur mendalam dan sulit dilepaskan. Bisa saja saya menghilangkan
perasaannya terhadap Radni, namun yang terjadi akal pikiran Sigit tidak akan
mampu berfungsi dengan normal. Selanjutnya ia akan ndleming terus,” jelas Pak
Puguh.
Mendengar penjelasan
ironis tersebut Adi mencoba menengahi. “Apakah tidak ada pilihan lain Pak?”
“Ada. Tapi ini juga
berat dan dianggap tak masuk akal,” jawab Pak Puguh sambil menatap ke arah
Sigit yang kini tertawa sendiri. “Rad, aku menyusulmu di kampung,”
guman Sigit seorang
diri.
Semua orang merasa
prihatin dengan apa yang terjadi pada Sigit. Namun akhirnya kebekuan itu
terputus dengan ucapan Pak Puguh. “Kita biarkan Sigit hidup bersama Radni di
alam Radni”.
“Apa? Maksud Pak
Puguh bagaimana?” kejar Aris tanpa bisa menutupi rasa keingintahuannya yang
besar. “Ia akan kajiman dan berubah menjadi makhluk halus sebagaimana halnya
dengan Radni,” jelas pak Puguh.
“Tidak… Aku tidak
rela adikku jadi genderuwo,” tegas Aris. Ia merasa bingung dengan apa yang
terjadi. Tapi Aris sendiri juga tidak tega melihat apa yang terjadi pada Sigit
kali ini. Akhirnya setelah berpikir panjang, Aris memutuskan untuk membiarkan
apa yang menjadi keinginan Sigit terwujud, kalau memang mereka berdua sudah
saling mencintai.
Pak Puguh pun lantas
melanjutkan ritualnya. Ia menatap mata Sigit dengan tajam dan membuatnya
tertidur seakan tidak tahu apa yang terjadi. Kemudian tubuh yang terlelap itu
dibungkusnya dengan kain mori hitam yang telah dipersiapkan. Sejenak nyala
menyan memenuhi segenap ruangan yang ada di gua tersebut. Tak berapa lama bau
menyan itu bercampur dengan bau singkong bakar yang memenuhi ruangan.
“Genderuwo perempuan
itu sudah datang,” tunjuk Pak Puguh pada sudut ruangan yang kini penuh dengan
asap putih yang entah darimana asalnya. Gumpalan asap putih itu menumpuk dan
akhirnya berwujud seseorang tubuh. Aris melihat sosok perempuan yang cantik
dengan memakai baju hitam-hitam tampak berjalan ke arah tubuh Sigit yang
terbungkus mori.
Sementara Adi yang
sudah terbiasa melihat wujud makhluk halus yang ada di Alas Purwo bisa
mengetahui wujud asli dari Radni. Tampak sosok perempuan bertubuh tinggi besar
penuh bulu dengan hanya memakai cawat dan payudara yang tidak tertutup berjalan
ke arah tubuh Sigit.
Sesosok genderuwo
yang bernama Radni itu semakin mendekat ke arah Sigit terbaring. Pak Puguh
tampak mengucapkan seuatu seperti pesan kepada Radni. Dan ia tampak
mengangguk-angguk mengiyakan pesan tersebut. Radni kemudian masuk menembus ke
dalam mori tempat Sigit berbaring. Setelah beberapa saat, Pak Puguh membuka
mori tersebut. Ajaib! Tubuh Sigit sudah tidak tampak. Demikian pula Radni.
“Mereka berdua sudah
kajiman dan masuk ke dalam alam makhluk halus,” papar Pak Puguh.
Aris cuma terdiam
lesu menyaksikan apa yang telah terjadi. Sementara Adi kembali merenung, sekali
lagi ia menyaksikan kegaiban Alas Purwo yang tidak akan pernah berakhir sampai
kapanpun.
0 comments:
Post a Comment